January 07, 2014

SAJAK-SAJAK DARI WARUNG MANGGA, SEBUAH KAMPUNG



SEBUAH KEHENDAK

Akan selalu lahir semangat besar
dari sudut gelap atau mata tersenggal
menuju puncak demi nafas kemenangan
tapi tidak untuk cinta
karena ia hanya perlu dinyalakan.
2011


Serabut atau batu
aku milih cakrawala
seperti wajah
kebebasan. Malam
atau jalan raya
aku milih lautan

mimpi. Dan janji itu
hanyalah angin
menjelma sepi
di sudut. Bosan
mencumbu, dicumbu
bayangan, langkah-langkah
perjalanan. Meninggalkan
rumah yang bergeletar
Nanar!

Dan kau sepatu
apa cukup tangguh
di depan dunia yang mungkin
bukan saja minta tubuh

Serabut atau batu
aku milih kamu
O’jiwaku!
2011



SOLITUDE

Aku berusaha mendaki
Kesedihan
rumah
yang lama meradang
            Aku berusaha menemukan
            Nyanyian
            Hatiku
Pada puncak kegelapan
berseru
Melalui luka
dan rindu
            Kubaca waktu
            dan berusaha memastikan
            Jiwa
Kaulah sumber
atas kehendak
            manusia tak sanggup
            seorang diri

kusingkap sendirimu
2011




N O C T U R N O

Bahkan dingin belum beranjak
dari tiap sudut
dari tiap pekat.
            Pada pintu terkunci
            kubaca diri
            berapa kali
            membuka
            berapa kali menutup
berapa kali
datang
berapa kali
pergi

            Permainan yang itu juga
            ruang yang itu juga
di luar sembab
Cahaya muram
kukenang-kenang kisah
keusangan yang kau sebut
itu belum usai
terpendam bersama lembab
            Kerinduan ini amat sunyi
            BayanganMu  tergenggam dalam
            pencarian. Seperti Burung Hantu
            Tengah malam.
Tangerang, 2009


S E N J A

Dan dalam catatan
Mungkin segala telah terukir
Kerja telah menjelma rupa
Hidup hanya hitungan
Dan nyata
            pada nafas penghabisan
            Pada atap
            Tertera senja
            Seperti langkah pulang
            antara jalan dan mulut gang
            menuju pintu terbuka lebar
            warna muram terpapar
dan kesedihan
apakah hanya jalan gelap yang lengang?
Sampai saatnya
seorang terlepas
apakah hanya pucat?

Mungkin malam akan bercahaya
Atau hanya gulita
Seperti matahari merapat
Ke Ufuk Barat!
Di  Ufuk Barat!
Dan menghilang pelan-pelan.
Wr.Mangga, Tangerang, Mei 2011



KEPADA YANG BERUMAH DI BINTANG

Akhir-akhir ini
sering kutatap kejauhan
tempat di mana kau berasal;
Kepada mahluk silam
Kuhentikan permusuhan
Jika segalanya mudah menjelma air
bening dalam perciknya
merdeka dalam arusnya
Aku akan santai
mengikuti lekuk alam
Seperti ulat berbungkus sunyi
Duka terendapkan dalam tapa
Setelah itu seperti angin lembut
atau Mahluk kecil yang jinak?
Seperti kupu-kupu?
atau Bunga?
O’sayang, mungkin cuma mimpi
Yang bertekun
di bawah langit.
Dengan hati.
Dengan nyanyi.
Dan langkah-langkah seperti petualang
Wr.Mangga, Tangerang, Oktober 2009



S E J A R A H

Dan tahun-tahun terus lewat
Ia berumah dalam gelap
Ia terkenang wajah  itu
Ia tertarik sungai itu
Dingin memeluk
rindu dalam biduk
diikutinya arus
amat pekat
Mendayung dan mendayug
Mataharikah
yang nampak di ujung?
2011


REKWIM : KERAMAT DATO

Semoga senja yang melepasmu
menuju malam
bukanlah sunyi sepi
yang membaringkanmu
di kegelapan
2011


QUO VADIS

Di kepalaku berkelebatan
bayang-bayang
            entah yang mana
            bisa dipercaya
ini tengah malam
simpang jalan nan kelam
            jika cuma dua arah
            yang benar
            untuk pulang
masih akan kubiarkan
waktu dan perjalanan
meruangi kegelisahan
atau terhenti
dan tak menjadi apa-apa
aku terus melangkah
di dalam bayang-bayang
            ini tengah malam
            simpang jalan nan kelam.
2011


DALAM KENANGAN

Pohon gagah itu
tumbang dan lumat
rebah di antara tanah merah
kelak, seperti kau juga, tuan.
            dari tanah
            kembali ke tanah
meski nisan dan kuburanmu
ditandai mewah dan megah,
            demi kenangan?
Apapun.
Bagiku sikap adilmu
Itulah yang penting.
Pohon gagah itu
tumbang dan lumat
hampir tanpa sisa
seperti jejak samar
di atas debu
dan angin menghapusnya
dan hujan membersihkannya
seolah dia tak pernah hidup
karena dia tak tersisa
dia tak berkubur
seperti serangga mati
Pohon gagah itu
tumbang dan lumat
seperti sejarah
semasa hidup dan mati
tak tergantikan.
2011




SENJA DI TEPI SUNGAI

Sendiri
membiarkan mata
merenangi arus
waktu terasa tajam
tak kuasa
mengingkari
kata-kata
nyaris tak berarti.

Aku gugup
Semenjak hidup
Lebih panjang dari rambut
dan terkadang lebih pendek
dari harapan

Mungkin seorang sanggup
tidak menyerah
meski terasing
seperti tepi
terkikis
serupa habitat
yang tak dikehendaki
karena tak pernah
menyerupai
Perut-perut besar mereka
O’serangga

Hidup ini seperti jembatan
dan jalanan
tujuan menjadi mungkin
hanya bagi manusia
kehidupan menjadi luas
atau menyempit
kecuali perut-perut mungil
di antara ilalang
dan dasar sungai
Aku membaca
bagaimana kau mati
dan hidup terus berlangsung
dengan suara
terdengar adil
seperti aliran
di antara racun
di antara sampah
Apa yang berharga?
Apa yang berhak menetap
atau terusir
O’benih
Demi akar baru
dan jalan alam
O’kecambah
bawakan aku
Hidup baru
agar kujumpai lagi
wajahmu di antara pagi
seperti bunga Lili
yang menahanku
untuk tidak bunuh diri.
2011


MALAM KEMARAU

Kemana arah kita
Bertatap selalu
Pada senja

Ah,tubuh yang fana
melihat aku
Atau kau bahagia
dan dunia
belum usai sepetak pun
jadi tempat
mencumbu damai
dan waktu
seperti sebuah jalan
akan kita habiskan
sesanggup kehendak
di mana cahaya menunjuki
Kebenaran
dan kebenaran menyebut cahaya
Ah` cinta
Melihat kau
Atau aku
Bahagia
Aku rebah
Bagaikan ladang
Kerontang
dan sebuah mimpi
dalam kepala
dan sebuah rencana
mungkin jadi nyata
telah kubaca jejak
melalui sepasang mata
            kau melekat di memori
            kau menetap dalam sepi
melalui telinga
sekali pun segemericik air
kau terngiang
kau pun nyata
kau yang serupa dunia
meniru sungai bening
membentang
dan aku dahaga
panjang
dan
panjang
jalannya gelap, sayang.
kemarau di mataku
di antara makna membisu
pada tiap retakan kubaca
jejak-jejak
akulah tanah hitam
duka,
letih,
meranggas
galau.

di antara reranting
doa`-doa` lara
kurus
lagi tanpa air mata
kasmaran itu
serupa tengah malam
rindu penghabisan

ah` mata air

kenangan apa pun
begelora
menyala
dan menyala

kau dengar di jiwaku?
detak jam itu
lantang
melengking
bagai hewan buruan
aku ini, sayang.
aku yang ingin beranjak.
O` Mata Air.
2011



SETELAH HUJAN

                                                      
Sungguh, Dy.
Tak` kan kucatat
yang kelak sesat
namun tak kubiarkan
suatu sifat
seperti keceriaan
            yang kujumpa
            pada sepasang mata
            bening
            merayu
            wajah
            anak-anak.
            sungguh, sayang.
            aku tak mau tepi jalan
            dan sebuah mimpi
            meragu
            putus asa
            ditinggalkan
            sebelum malam memadat
            kaulah seorang
            untuk pengembaraan akhir
            kaulah peraduan
            dada yang lapang
            tempat
            pintu
            dan jendela
            di mana aku mencurah
            menaung dari lelah
            bagai bumi kala hangat
            dan ladang subur
            bagi benih putihku
            di mana kau rebah
            menyerah
            memancar
            damai
            dan kuhirup seluruh gairah
            sebelum ajal
            di mana dingin tak lagi
            merongga dan hampa
ah` perjumpaan
memberi
menerima
seperti sepasang tangan
sepasang nasib
saling genggam
rindu merapat
erat
di antara dengus
hangat dan ranum
seperti ayunan
pada bandul jam
sunyi di luar melarut malam
sonata rembulan
mengalun dari uap jiwamu
dan tubuhmu fana yang melena
dan kehendak membangun
sebuah dunia
atas yang kelak musnah
apa yang tersisa
dari pergumulan
Cinta yang berkesan
dalam kenangan mendalam
kaulah seorang
tempatku melunas dendam
hasrat yang mungkin sanggup
memaknai setiap jejaknya
dengan suatu nama
bersumber
Renjana dan Cinta
yang telah lama berjalan
sendirian
di tiap lembah
ke tiap lembah
O`Mata hidupku.
O`kehangatan.
Melalui kau kutatap cahayaku.
2011