JANUARI
Di Januari ini angin tertatih
Malam luruh di antara lendir
Di sampingku kau merapatkan jaket
bercerita tentang sosok hantu yang disaksikan
kepala kosong.
Aku ingin tertawa.
Tapi aku tersenyum.
Terpaksa.
Kusimpan cerita.
Tak ada kelam lebih mencekam
bibirku terasa bantar gemetar
bungkam tentang tiga bayi kucing yang mati.
Nafsu makanku hilang.
Mungkin suatu hari bisa kupapar
di tengah hangat matahari di depan senyum
dan matamu yang jenaka.
Di sampingku kau
Kulirik dadamu yang membusung.
Bulu matamu lentik.
Ah, Hangat perempuan.
Suka dan duka.
Lebih dari bulu-bulu halus
dan rebah di sekujur tubuhmu yang mulus.
Januari, 2014
Karena kawanku yang itu sudah pergi untuk selamanya, sedangkan kawanku yang lain sedang asyik mabuk, aku terbangun tengah malam, seorang diri mengumpulkan bintang-bintang ke dalam cangkir kopiku yang hampir mendingin.
January 09, 2014
January 07, 2014
SAJAK-SAJAK DARI WARUNG MANGGA, SEBUAH KAMPUNG
SEBUAH KEHENDAK
Akan selalu lahir semangat besar
dari sudut gelap atau mata
tersenggal
menuju puncak demi nafas kemenangan
tapi tidak untuk cinta
karena ia hanya perlu dinyalakan.
2011
Serabut atau batu
aku milih cakrawala
seperti wajah
kebebasan. Malam
atau jalan raya
aku milih lautan
mimpi. Dan janji itu
hanyalah angin
menjelma sepi
di sudut. Bosan
mencumbu, dicumbu
bayangan, langkah-langkah
perjalanan. Meninggalkan
rumah yang bergeletar
Nanar!
Dan kau sepatu
apa cukup tangguh
di depan dunia yang mungkin
bukan saja minta tubuh
Serabut atau batu
aku milih kamu
O’jiwaku!
2011
SOLITUDE
Aku berusaha mendaki
Kesedihan
rumah
yang lama meradang
Aku
berusaha menemukan
Nyanyian
Hatiku
Pada puncak kegelapan
berseru
Melalui luka
dan rindu
Kubaca
waktu
dan
berusaha memastikan
Jiwa
Kaulah sumber
atas kehendak
manusia
tak sanggup
seorang
diri
kusingkap sendirimu
2011
N O C T U R N O
Bahkan dingin belum beranjak
dari tiap sudut
dari tiap pekat.
Pada
pintu terkunci
kubaca
diri
berapa
kali
membuka
berapa
kali menutup
berapa kali
datang
berapa kali
pergi
Permainan
yang itu juga
ruang
yang itu juga
di luar sembab
Cahaya muram
kukenang-kenang kisah
keusangan yang kau sebut
itu belum usai
terpendam bersama lembab
Kerinduan
ini amat sunyi
BayanganMu tergenggam dalam
pencarian.
Seperti Burung Hantu
Tengah
malam.
Tangerang, 2009
S E N J A
Dan dalam catatan
Mungkin segala telah terukir
Kerja telah menjelma rupa
Hidup hanya hitungan
Dan nyata
pada
nafas penghabisan
Pada
atap
Tertera
senja
Seperti
langkah pulang
antara
jalan dan mulut gang
menuju
pintu terbuka lebar
warna
muram terpapar
dan kesedihan
apakah hanya jalan gelap yang
lengang?
Sampai saatnya
seorang terlepas
apakah hanya pucat?
Mungkin malam akan bercahaya
Atau hanya gulita
Seperti matahari merapat
Ke Ufuk Barat!
Di
Ufuk Barat!
Dan menghilang pelan-pelan.
Wr.Mangga, Tangerang, Mei 2011
KEPADA YANG BERUMAH DI BINTANG
Akhir-akhir ini
sering kutatap kejauhan
tempat di mana kau berasal;
Kepada mahluk silam
Kuhentikan permusuhan
Jika segalanya mudah menjelma air
bening dalam perciknya
merdeka dalam arusnya
Aku akan santai
mengikuti lekuk alam
Seperti ulat berbungkus sunyi
Duka terendapkan dalam tapa
Setelah itu seperti angin lembut
atau Mahluk kecil yang jinak?
Seperti kupu-kupu?
atau Bunga?
O’sayang, mungkin cuma mimpi
Yang bertekun
di bawah langit.
Dengan hati.
Dengan nyanyi.
Dan langkah-langkah seperti
petualang
Wr.Mangga, Tangerang, Oktober 2009
S E J A R A H
Dan
tahun-tahun terus lewat
Ia
berumah dalam gelap
Ia
terkenang wajah itu
Ia
tertarik sungai itu
Dingin
memeluk
rindu
dalam biduk
diikutinya
arus
amat
pekat
Mendayung
dan mendayug
Mataharikah
yang
nampak di ujung?
2011
REKWIM : KERAMAT DATO
Semoga
senja yang melepasmu
menuju
malam
bukanlah
sunyi sepi
yang
membaringkanmu
di
kegelapan
2011
QUO VADIS
Di
kepalaku berkelebatan
bayang-bayang
entah yang mana
bisa dipercaya
ini
tengah malam
simpang
jalan nan kelam
jika cuma dua arah
yang benar
untuk pulang
masih
akan kubiarkan
waktu
dan perjalanan
meruangi
kegelisahan
atau
terhenti
dan
tak menjadi apa-apa
aku
terus melangkah
di
dalam bayang-bayang
ini tengah malam
simpang jalan nan kelam.
2011
DALAM KENANGAN
Pohon
gagah itu
tumbang
dan lumat
rebah
di antara tanah merah
kelak,
seperti kau juga, tuan.
dari tanah
kembali ke
tanah
meski
nisan dan kuburanmu
ditandai
mewah dan megah,
demi
kenangan?
Apapun.
Bagiku
sikap adilmu
Itulah
yang penting.
Pohon
gagah itu
tumbang
dan lumat
hampir
tanpa sisa
seperti
jejak samar
di
atas debu
dan
angin menghapusnya
dan
hujan membersihkannya
seolah
dia tak pernah hidup
karena
dia tak tersisa
dia
tak berkubur
seperti
serangga mati
Pohon
gagah itu
tumbang
dan lumat
seperti
sejarah
semasa
hidup dan mati
tak tergantikan.
2011
SENJA DI TEPI SUNGAI
Sendiri
membiarkan
mata
merenangi
arus
waktu
terasa tajam
tak
kuasa
mengingkari
kata-kata
nyaris
tak berarti.
Aku
gugup
Semenjak
hidup
Lebih
panjang dari rambut
dan
terkadang lebih pendek
dari
harapan
Mungkin
seorang sanggup
tidak
menyerah
meski
terasing
seperti
tepi
terkikis
serupa
habitat
yang
tak dikehendaki
karena
tak pernah
menyerupai
Perut-perut
besar mereka
O’serangga
Hidup
ini seperti jembatan
dan
jalanan
tujuan
menjadi mungkin
hanya
bagi manusia
kehidupan
menjadi luas
atau
menyempit
kecuali
perut-perut mungil
di
antara ilalang
dan
dasar sungai
Aku
membaca
bagaimana
kau mati
dan
hidup terus berlangsung
dengan
suara
terdengar
adil
seperti
aliran
di
antara racun
di
antara sampah
Apa
yang berharga?
Apa
yang berhak menetap
atau
terusir
O’benih
Demi
akar baru
dan
jalan alam
O’kecambah
bawakan
aku
Hidup
baru
agar
kujumpai lagi
wajahmu
di antara pagi
seperti
bunga Lili
yang
menahanku
untuk
tidak bunuh diri.
2011
MALAM KEMARAU
Kemana arah kita
Bertatap selalu
Pada senja
Ah,tubuh yang fana
melihat aku
Atau kau bahagia
dan dunia
belum usai sepetak pun
jadi tempat
mencumbu damai
dan waktu
seperti sebuah jalan
akan kita habiskan
sesanggup kehendak
di mana cahaya menunjuki
Kebenaran
dan kebenaran menyebut cahaya
Ah` cinta
Melihat kau
Atau aku
Bahagia
Aku rebah
Bagaikan ladang
Kerontang
dan sebuah mimpi
dalam kepala
dan sebuah rencana
mungkin jadi nyata
telah kubaca jejak
melalui sepasang mata
kau melekat
di memori
kau menetap
dalam sepi
melalui telinga
sekali pun segemericik air
kau terngiang
kau pun nyata
kau yang serupa dunia
meniru sungai bening
membentang
dan aku dahaga
panjang
dan
panjang
jalannya gelap, sayang.
kemarau di mataku
di antara makna membisu
pada tiap retakan kubaca
jejak-jejak
akulah tanah hitam
duka,
letih,
meranggas
galau.
di antara reranting
doa`-doa` lara
kurus
lagi tanpa air mata
kasmaran itu
serupa tengah malam
rindu penghabisan
ah` mata air
kenangan apa pun
begelora
menyala
dan menyala
kau dengar di jiwaku?
detak jam itu
lantang
melengking
bagai hewan buruan
aku ini, sayang.
aku yang ingin beranjak.
O` Mata Air.
2011
SETELAH HUJAN
Sungguh, Dy.
Tak` kan kucatat
yang kelak sesat
namun tak kubiarkan
suatu sifat
seperti keceriaan
yang
kujumpa
pada
sepasang mata
bening
merayu
wajah
anak-anak.
sungguh,
sayang.
aku
tak mau tepi jalan
dan
sebuah mimpi
meragu
putus
asa
ditinggalkan
sebelum
malam memadat
kaulah
seorang
untuk
pengembaraan akhir
kaulah
peraduan
dada
yang lapang
tempat
pintu
dan
jendela
di
mana aku mencurah
menaung
dari lelah
bagai
bumi kala hangat
dan
ladang subur
bagi
benih putihku
di
mana kau rebah
menyerah
memancar
damai
dan
kuhirup seluruh gairah
sebelum
ajal
di
mana dingin tak lagi
merongga
dan hampa
ah` perjumpaan
memberi
menerima
seperti sepasang tangan
sepasang nasib
saling genggam
rindu merapat
erat
di antara dengus
hangat dan ranum
seperti ayunan
pada bandul jam
sunyi di luar melarut malam
sonata rembulan
mengalun dari uap jiwamu
dan tubuhmu fana yang melena
dan kehendak membangun
sebuah dunia
atas yang kelak musnah
apa yang tersisa
dari pergumulan
Cinta yang berkesan
dalam kenangan mendalam
kaulah seorang
tempatku melunas dendam
hasrat yang mungkin sanggup
memaknai setiap jejaknya
dengan suatu nama
bersumber
Renjana dan Cinta
yang telah lama berjalan
sendirian
di tiap lembah
ke tiap lembah
O`Mata hidupku.
O`kehangatan.
Melalui kau kutatap cahayaku.
2011
Subscribe to:
Posts (Atom)