SURAT KEPERCAYAAN GELANGGANG
Kami adalah ahli waris yang sah dari kebudayaan dunia dan kebudayaan ini kami teruskan dengan cara kami sendiri. Kami lahir dari kalangan orang banyak dan pengertian rakyat baru kami adalah kumpulan campur baur dari mana dunia-dunia baru yang sehat dan dilahirkan. Keindonesiaan kami tidak semata-mata karena kulit kami yang sawo matang, rambut kami yang hitam, atau tulang pelipis kami yang menjorok ke depan, tapi lebih banyak oleh apa yang diutarakan oleh wujud pernyataan hati dan pikiran kami. Kami tidak akan memberikan suatu kata ikatan untuk kebudayaan Indonesia. Kalau kami berbicara tentang kebudayaan Indonesia, kami tidak ingat kepada melap-lap hasil kebudayaan lama sampai mengkilat dan untuk dibanggakan, tetapi kami memikirkan suatu penghidupan kebudayaan baru yang sehat. Kebudayaan Indonesia ditetapkan oleh kesatuan berbagai-bagai rangsang suara yang dilontarkan dari segala sudut dunia dan yang kemudian dilontarkan kembali dalam bentuk suara sendiri. Kami akan menentang segala usaha yang mempersempit dan menghalangi tidak betulnya ukuran nilai. Revolusi bagi kami adalah penempatan nilai-nilai baru atas nilai-nilai usang yang harus dihancurkan. Demikianlah kami berpendapat bahwa revolusi dan tanah air kami belum selesai. Dalam penemuan kami, kami mungkin tidak selalu asli; yang pokok ditemui itu adalah manusia. Dalam cara mencari, membahas dan menelaah kami membawa sifat sendiri. Penghargaan kami terhadap keadaan keliling (masyarakat) adalah penghargaan orang-orang yang mengetahui adanya saling pengaruh antara masyarakat dan seniman.
Jakarta, 18 Pebruari 1950
(Siasat, 23 Oktober 1950)
Para Seniman Gelanggang Merdeka :
Mochtar Apin, Baharudin MS, Henk Ngantung, Asrul Sani, sedang mendiskusikan Lukisan Chairil Anwar.
(Foto Charles Breijer, Nederlands Fotomuseum)